PTBA: Saham Batubara Ini Undervalued 26% dari Harga Wajar atau Cuma Jebakan Dividen?
Disclaimer:
Analisis ini bukan nasihat investasi. Saham berisiko tinggi—lakukan riset mandiri (DYOR - Do Your Own Research) dan konsultasi dengan penasihat keuangan berlisensi sebelum mengambil keputusan. Hasil masa lalu tidak menjamin kinerja masa depan.
Ringkasan Eksekutifh2
Saya baru selesai menganalisis PTBA menggunakan tiga metode valuasi berbeda (PER, PBV, dan DCF), dan hasilnya cukup menarik untuk investor jangka menengah. Pada harga Rp 2.430 per saham (per 7 November 2025), PTBA diperdagangkan dengan diskon 26% dari nilai wajar blended sebesar Rp 3.060. Margin of safety sebesar 20.6% ini memberikan ruang keamanan yang cukup bagi investor value dengan profil risiko sedang-tinggi.
Namun, ada catatan penting: payout ratio PTBA mencapai 206%, artinya dividen yang dibayarkan melampaui laba bersih yang dihasilkan. Ini bukan sustainable jika laba terus menurun seperti tahun ini (net income turun 53% YoY di Q3 2025). Investor harus hati-hati dengan ekspektasi dividen yield 13.89% yang terlihat menggiurkan tapi tidak dijamin berkelanjutan. Untuk dividend investors, saham ini menarik dengan catatan melakukan monitoring ketat terhadap keberlanjutan pembayaran dividen ke depan.
Dari sisi operasional, PTBA menunjukkan kinerja yang solid dengan produksi batubara naik 9% YoY menjadi 35.9 juta ton di 9M 2025. Namun, marjin laba tertekan akibat penurunan harga jual rata-rata (ASP) batubara global dan kenaikan biaya operasional. Status valuation: UNDERVALUED - BUY untuk investor yang paham risiko komoditas dan siap dengan volatilitas dividen.
Profil Perusahaanh2
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) adalah salah satu perusahaan pertambangan batubara terbesar di Indonesia dan merupakan bagian dari holding BUMN, MIND ID (Mining Industry Indonesia). Perusahaan ini sudah beroperasi puluhan tahun dan memiliki ekosistem bisnis terintegrasi dari hulu hingga hilir pertambangan batubara.
Model bisnis PTBA mencakup beberapa segmen utama: pertambangan batubara dengan operasi di Sumatra Selatan (Tanjung Enim), jasa pertambangan melalui anak perusahaan PT Satria Bahana Sarana, logistik dan transportasi batubara via PT Kereta Api Indonesia, serta coal trading dan processing untuk meningkatkan nilai tambah. Perusahaan juga mulai diversifikasi ke energi terbarukan dan hilirisasi batubara (DME, SNG, Artificial Graphite) sebagai upaya hedging terhadap transisi energi global.
Pada 2024, PTBA mencatat penjualan batubara 42.89 juta ton (naik 16% YoY) dengan komposisi 46% ekspor dan 54% pasar domestik. Ekspor utama ke Bangladesh, India, Vietnam, Filipina, dan Thailand menunjukkan diversifikasi pasar yang baik meski ekspor ke China mengalami penurunan. Kapasitas produksi PTBA tahun 2025 ditargetkan mencapai 50 juta ton, mencerminkan ambisi pertumbuhan meski menghadapi tantangan harga global yang bergejolak.
Snapshot Fundamental Terkinih2
| Metrik | Nilai | Interpretasi |
|---|---|---|
| Harga Saham (7 Nov 2025) | Rp 2.430 | - |
| Market Cap | Rp 27.5 Triliun | Saham mid-cap yang liquid |
| Valuasi | ||
| PER (TTM) | 14.81x | Lebih tinggi 29% dari rata-rata industri 11.5x |
| PBV | 1.33x | Sedikit premium vs industri 1.20x |
| EV/EBITDA (TTM) | 5.00x | Reasonable untuk industri komoditas |
| Profitabilitas (TTM) | ||
| ROE | 15.81% | Solid untuk sektor pertambangan |
| ROA | 7.63% | Efisiensi aset lumayan baik |
| Net Profit Margin (Q) | 5.16% | Tekanan margin dari harga komoditas |
| Kesehatan Keuangan | ||
| Current Ratio | 1.02x | Likuiditas tight, perlu monitoring |
| DER | 0.20x | Leverage sangat sehat |
| Cash (Q3) | Rp 4.0 Triliun | Posisi kas yang kuat |
| Pertumbuhan & Dividen | ||
| Revenue Growth (YoY Q3) | -1.23% | Negatif karena tekanan ASP |
| Earnings Growth (YoY Q3) | -53.15% | Sharp decline dari margin squeeze |
| Dividend Yield | 13.89% | Tinggi tapi sustainability perlu review |
| Payout Ratio | 206% | ⚠️ ALERT: Tidak sustainable |
Analisis Valuasi Mendalamh2
Metode 1: Relative Valuation Menggunakan PER (Price to Earnings Ratio)h3
Dengan menggunakan PER, kita membandingkan harga saham relatif terhadap earning yang dihasilkan perusahaan. Untuk industri batubara Indonesia, rata-rata PER perusahaan sejenis berkisar 9.5x hingga 13.5x, tergantung prospek dan kualitas operasional. Saat ini, PTBA diperdagangkan dengan PER 14.81x, yang lebih tinggi 29% dari rata-rata industri sebesar 11.5x. Ini terlihat premium, namun bisa dibenarkan jika mempertimbangkan reserve base PTBA yang terbesar di Indonesia (3.3 miliar ton) dan track record dividen yang konsisten.
Perhitungan fair value menggunakan EPS TTM PTBA sebesar Rp 283.61, dengan ketiga skenario:
| Skenario | PER Multiple | Fair Value | Current Price | Upside/(Downside) | Status |
|---|---|---|---|---|---|
| Pesimis | 9.50x | Rp 2.694 | Rp 2.430 | +10.9% | Undervalued |
| Base Case | 11.50x | Rp 3.262 | Rp 2.430 | +34.2% | Undervalued |
| Optimis | 13.50x | Rp 3.829 | Rp 2.430 | +57.6% | Undervalued |
Interpretasi: Dengan asumsi PER industri 11.5x yang reasonable untuk perusahaan batubara berkualitas dengan fundamentals solid, fair value PTBA mencapai Rp 3.262. Ini berarti saham saat ini offering diskon 34%, atau dengan kata lain, Anda membeli saham dengan 34% margin of safety. Potensi upside besar, tapi tentu saja tergantung apakah pasar mau memberikan multiple sebesar itu di masa depan.
Metode 2: Relative Valuation Menggunakan PBV (Price to Book Value)h3
PBV mengukur seberapa “mahal” Anda membeli aset bersih perusahaan. Untuk sektor pertambangan, rata-rata PBV industri berkisar 1.0x hingga 1.4x, mencerminkan ekspektasi return on equity. PTBA memiliki Book Value Per Share sebesar Rp 1.793.59, dengan PBV saat ini 1.33x. Mari kita proyeksikan dengan tiga skenario:
| Skenario | PBV Multiple | Fair Value | Current Price | Upside/(Downside) | Status |
|---|---|---|---|---|---|
| Pesimis | 1.00x | Rp 1.794 | Rp 2.430 | -26.2% | Overvalued |
| Base Case | 1.20x | Rp 2.152 | Rp 2.430 | -11.4% | Overvalued |
| Optimis | 1.40x | Rp 2.511 | Rp 2.430 | +3.3% | Fairly Valued |
Interpretasi: Pendekatan PBV menghasilkan fair value yang lebih rendah dari harga saat ini, berkisar Rp 2.152 (base case). Ini menunjukkan bahwa dari sisi asset backing, PTBA sedikit overvalued pada harga Rp 2.430. Divergensi antara PER (suggestive undervalued) dan PBV (suggestive overvalued) ini adalah hal wajar untuk commodity companies yang volatile. Perlu dipertimbangkan keduanya dalam membuat keputusan investasi.
Metode 3: DCF Analysis - Discounted Cash Flowh3
Metode DCF adalah yang paling fundamental karena base pada projected cash flow perusahaan di masa depan. Kami menggunakan Free Cash Flow historical dan memproyeksikan dengan growth rate konservatif.
Asumsi Proyeksi DCF:
- Free Cash Flow 2024 (estimated): Rp 3.104 Triliun
- Revenue Growth Rate 5 tahun (2025-2029): 5% (conservative untuk komoditas volatile)
- Terminal Growth Rate: 3% (sesuai long-term GDP growth Indonesia)
- WACC (Discount Rate): 11% (risk-free rate 6.5-7%, risk premium 4-5%)
- Debt Structure: Net debt Rp 63 miliar (praktis net cash neutral)
Proyeksi Free Cash Flow:
| Tahun | Proyeksi FCF | Discount Factor | Present Value |
|---|---|---|---|
| 2025 | Rp 3.259 B | 0.9009 | Rp 2.936 B |
| 2026 | Rp 3.422 B | 0.8116 | Rp 2.778 B |
| 2027 | Rp 3.593 B | 0.7312 | Rp 2.627 B |
| 2028 | Rp 3.773 B | 0.6587 | Rp 2.485 B |
| 2029 | Rp 3.962 B | 0.5935 | Rp 2.351 B |
| Total PV FCF (2025-2029) | Rp 13.177 B |
Terminal Value Calculation:
Terminal Value dihitung dengan rumus: TV = FCF 2029 × (1 + Terminal Growth) / (WACC - Terminal Growth)
TV = Rp 3.962B × (1.03) / (0.11 - 0.03) = Rp 51.005 Triliun
PV Terminal Value = Rp 51.005T × 0.5935 = Rp 30.269 Triliun
Enterprise Value & Equity Value:
| Item | Nilai |
|---|---|
| Total PV Free Cash Flow (2025-2029) | Rp 13.177 Triliun |
| PV Terminal Value | Rp 30.269 Triliun |
| Enterprise Value | Rp 43.447 Triliun |
| Less: Net Debt | Rp 63 Miliar |
| Equity Value | Rp 43.384 Triliun |
| Divided by: Shares Outstanding | 11.52 Miliar |
| Fair Value per Share (DCF) | Rp 3.766 |
| Current Market Price | Rp 2.430 |
| Upside Potential | +55.0% |
| Status | Undervalued |
Interpretasi DCF: Dengan memperhitungkan proyeksi cash flow 5 tahun dan terminal value setelah itu, nilai intrinsik PTBA adalah Rp 3.766 per saham. Ini adalah upside sebesar 55% dari harga saat ini. DCF menunjukkan bahwa PTBA significantly undervalued bahkan dalam skenario konservatif (5% growth, 11% WACC, 3% terminal growth). Sensitivitas utama adalah pada asumsi harga batubara global dan production volume—jika keduanya menurun lebih dari proyeksi, fair value bisa menyusut signifikan.
Ringkasan Hasil Valuasi dari Ketiga Metodeh2
| Metode Valuasi | Fair Value | Current Price | Upside | Status |
|---|---|---|---|---|
| PER Method (11.5x) | Rp 3.262 | Rp 2.430 | +34.2% | Undervalued |
| PBV Method (1.20x) | Rp 2.152 | Rp 2.430 | -11.4% | Overvalued |
| DCF Method | Rp 3.766 | Rp 2.430 | +55.0% | Undervalued |
| Blended Average | Rp 3.060 | Rp 2.430 | +25.9% | Undervalued |
Fair Value Range: Rp 2.152 - Rp 3.766 Blended Fair Value: Rp 3.060 Margin of Safety: 20.6%
Dari ketiga metode, dua menunjukkan undervalued (PER dan DCF), sementara PBV menunjukkan slightly overvalued. Blended approach menghasilkan fair value sebesar Rp 3.060, dengan range konservatif Rp 2.152 hingga Rp 3.766. Dengan harga saat ini Rp 2.430, investor mendapatkan margin of safety 20.6%, yang cukup reasonable untuk saham komoditas dengan volatilitas tinggi seperti PTBA.
Analisis Kualitas Bisnish2
Profitabilitas dan Efisiensih3
ROE PTBA mencapai 15.81% TTM, yang merupakan angka yang solid untuk industri pertambangan Indonesia. Ini berarti untuk setiap Rp 1 equity, PTBA menghasilkan Rp 0.16 keuntungan per tahun. Dibanding rata-rata industri pertambangan sekitar 12-14%, PTBA sedikit lebih baik. ROA sebesar 7.63% juga menunjukkan efisiensi aset yang reasonable—perusahaan berhasil mengkonversi asset base besar (Rp 42.8 triliun) menjadi laba operasional.
Namun, ada signal penting: net profit margin menurun drastis menjadi 5.16% di Q3 2025, dari level yang biasanya 10-12%. Ini adalah akibat dari squeeze pada dua sisi sekaligus: (1) penurunan harga jual rata-rata (ASP) batubara karena tekanan pasar global, turun dari Rp 980.979/ton (2024) menjadi Rp 878.102/ton (9M 2025), dan (2) kenaikan cash cost operasional dari Rp 0.85 juta/ton menjadi Rp 0.87 juta/ton YoY. Kedua faktor ini menciptakan margin compression yang tajam, sehingga net income Q3 2025 turun 53% YoY menjadi Rp 1.39 triliun.
Kesehatan Keuangan & Leverageh3
DER PTBA sebesar 0.20x adalah indikator leverage yang sangat sehat. Ini berarti untuk setiap Rp 1 equity, perusahaan hanya memiliki Rp 0.20 utang. Untuk standar industri pertambangan, ini jauh di bawah rata-rata 0.5-1.0x. Struktur modal yang konservatif ini memberikan buffer finansial dan flexibility untuk investasi atau survive di cycle downturn.
Current Ratio sebesar 1.02x menunjukkan likuiditas yang tight namun masih acceptable. Artinya, aset lancar PTBA hanya 1.02x liabilitas lancar, berarti perlu ketat dalam cash management. Namun, dengan cash sebesar Rp 4.0 triliun (47% dari total hutang), PTBA memiliki posisi kas yang kuat untuk memenuhi kebutuhan operasional dan pembayaran utang jangka pendek Rp 15.0 triliun.
Quick Ratio hanya 0.71x, yang menunjukkan liquid assets (cash + receivables) lebih rendah dari current liabilities. Ini bukan alarm namun memerlukan monitoring—terutama jika terjadi sudden drop pada receivables atau cash conversion cycle melambat. Untuk perusahaan dagang komoditas, receivables turnover dan inventory management menjadi critical.
Pertumbuhan Bisnish3
Dari sisi operasional, pertumbuhan PTBA terlihat solid:
- Produksi batubara: 35.9 juta ton (9M 2025), naik 9% YoY dari 32.97 juta ton
- Penjualan batubara: 33.7 juta ton, naik 8% YoY
- Transportation volume: 30.0 juta ton, naik 8% YoY
Pertumbuhan volume ini didukung oleh ekspansi kontribusi dari mining services subsidiary (PT Satria Bahana Sarana) yang tumbuh strong. Efisiensi operasional juga terjaga dengan stripping ratio 5.98x, masih di bawah target 2025 sebesar 6.49x.
Namun, dari sisi financial, pertumbuhan revenue hanya 2.2% YoY (9M 2025) hingga Rp 31.3 triliun—sangat jauh lebih lambat dari growth operasional. Ini karena turunnya ASP (average selling price) sebesar 4% YoY. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa volume growth tidak ditranslate ke bottom line karena tekanan harga komoditas. Gross profit bahkan menurun 36% YoY, mencerminkan margin squeeze yang parah.
Faktor Risikoh2
Sebelum membeli, investor perlu mempertimbangkan risiko-risiko spesifik yang dihadapi PTBA:
-
Volatilitas Harga Batubara Global: PTBA sangat exposed terhadap fluktuasi harga batubara internasional. Pada 2025, ICI-3 price turun 14% YoY menjadi USD 65/ton, dan Newcastle index turun 22% menjadi USD 102.51/ton. Penurunan 10% lebih lanjut bisa membuat earnings PTBA cut 15-20%, yang menjadi dampak significant pada valuation.
-
Keberlanjutan Dividen Tidak Terjamin: Payout ratio 206% adalah red flag terbesar. PTBA membayar dividen lebih besar dari earnings yang dihasilkan, yang berarti menggunakan aset cash flow atau aset lainnya. Jika earnings terus menurun (seperti tahun ini), management mungkin terpaksa cut dividend untuk menjaga cash position. Dividend yield 13.89% terlihat menggiurkan tapi bisa jadi bukan sustainable—investor harus siap dengan potential cut 30-50% tahun depan jika kondisi pasar memburuk.
-
Transisi Energi & Permintaan Jangka Panjang: Meskipun batubara masih dalam demand, tren global adalah shift ke energi terbarukan. Permintaan batubara Indonesia dari China mulai menurun (ekspor ke China turun 71% 1H25). PTBA mulai diversifikasi ke renewable dan coal conversion, namun scale-nya masih kecil. Jika transisi energi mempercepat lebih dari expected, demand batubara bisa decline faster daripada proyeksi, membuat long-term value creation terancam.
-
Regulatory Risk & DMO (Domestic Market Obligation): Pemerintah Indonesia mengharuskan penambang untuk menyuplai 25% dari total produksi ke pasar domestik (DMO). Dalam earnings call, management memperkirakan akan diskusikan dengan PLN untuk hanya supply 25% sesuai regulasi. Namun, jika pemerintah ketat enforce DMO atau set harga lebih rendah, hal ini bisa menekan margin.
-
Risiko Makroekonomi & Currency: PTBA banyak transaksi ekspor dalam USD, sementara biaya dalam IDR. Jika rupiah melemah (yang historically terjadi saat global risk-off), hal ini menguntungkan. Tapi jika rupiah menguat, ASP dalam IDR terms bisa menurun sharper, compounding pressure pada margin.
-
Dilusi Equity Jika Ada Capital Raise: Untuk investasi capex besar (terutama diversifikasi ke renewable), PTBA mungkin perlu capital raise. Jika melalui equity dilution, eksisting shareholders akan experience waterdown. Management perlu careful dalam capital allocation untuk avoid dilution yang terlalu besar.
Kesimpulan & Rekomendasi Investasih2
Hasil Valuasih3
- Fair Value Range: Rp 2.152 - Rp 3.766 (conservative to optimistic scenarios)
- Blended Fair Value: Rp 3.060 (best estimate)
- Harga Pasar Saat Ini: Rp 2.430 (per 7 November 2025)
- Status: UNDERVALUED sebesar 20.6% (margin of safety)
- Upside Potential: +25.9% ke fair value, +55% ke DCF valuation
Rekomendasi: 🟢 BUY dengan Target Price Rp 3.100-3.300h3
Target Price: Rp 3.100 (conservative blended approach) Stop Loss: Rp 2.100 (if fundamentals break down atau dividend cut >50%) Time Horizon: 2-3 tahun Investor Profile: Dividend investors dengan risk tolerance sedang-tinggi, atau value investors yang comfortable dengan commodity volatility
Reasoningh3
Saya merekomendasikan BUY pada PTBA dengan beberapa argumentasi fundamental:
Kekuatan Utama:
-
Undervalued position: Dengan margin of safety 20.6%, saham PTBA menawarkan risk-reward yang favorable. Meski batubara adalah commodity cyclical, harga saat ini sudah mencerminkan worst-case scenario dari earnings decline 2025.
-
Operational strength: Meskipun revenue dan earnings menurun, operational volume PTBA justru naik 9% untuk produksi dan 8% untuk penjualan. Ini menunjukkan business fundamental masih solid—tekanan adalah dari harga global, bukan dari mismanagement atau operational issues.
-
Strong balance sheet: DER 0.20x, cash Rp 4.0 triliun, dan net debt praktis 0 memberikan PTBA flexibility untuk survive cycle downturn atau invest di growth initiatives. Perusahaan tidak dalam financial distress.
-
High dividend yield untuk patient investors: Untuk investor yang siap hold 2-3 tahun, dividend yield 13.89% (meskipun ada sustainability risk) tetap menarik jika dibandingkan dengan risk-free rate SUN 10Y sekitar 6-7%. Asalkan dividend tidak cut drastis, total return bisa mencapai 30-40% dalam 3 tahun (capital appreciation + dividends).
-
Reserve base terbesar & strategic assets: PTBA memiliki reserve batubara 3.3 miliar ton (terbesar di Indonesia) dan infrastruktur logistik yang integrated. Ini adalah competitive moat yang sulit ditiru kompetitor.
Kelemahan & Risiko:
-
Dividend sustainability questioned: Payout ratio 206% adalah unsustainable jika earnings terus menurun. Investor harus prepare untuk dividend cut 30-50% jika coal price stay weak.
-
Earnings headwind dari commodity cycle: Net income turun 53% YoY dan margin squeeze tajam. Recovery dari kondisi ini memerlukan rebound harga batubara global, yang tidak guaranteed.
-
Transisi energi uncertainty: Long-term demand untuk batubara terancam dari shift ke renewable. PTBA masih kecil exposure di renewable (DME, SNG pilots), jadi belum jadi material earnings contributor.
-
Tight liquidity: Current ratio 1.02x dan quick ratio 0.71x menunjukkan cash management yang ketat—perlu monitoring jika ada shock pada cash conversion cycle.
Catalyst untuk Outperformance (6-12 bulan ke depan):
- Recovery harga batubara global ke USD 75-80/ton (dari current ~USD 65-70)
- Successful ramp-up dari DME pilot project dan coal-to-chemicals business line
- Management announcement tentang dividend stabilization policy atau capex plan
- Positive dari MSCI inclusion discussions (PTBA sudah di watchlist)
- Ekspansi pasar ekspor ke emerging markets baru
Investor Type & Allocation:
Cocok untuk:
- Dividend investors: Mencari yield tinggi dengan tolerance terhadap volatility. Allocate hanya 2-3% dari portfolio untuk diversifikasi income.
- Value investors: Yang comfortable dengan commodity cycle dan punya cash flow patience untuk 3+ tahun holding period.
- Traders: Yang ingin play bounce dari temporary oversold condition atau technical breakout.
Tidak cocok untuk:
- Risk-averse/conservative investors: Batubara dan dividend sustainability risk terlalu tinggi.
- ESG-focused investors: Coal mining industry increasingly facing ESG scrutiny.
- Short-term traders: Jika entry base case Fair Value Rp 3.060, upside limited untuk quick flip. Better untuk medium-term holding.
Execution Strategy:
Untuk investor yang tertarik, rekomendasi saya adalah build position secara bertahap:
- Tranche 1 (40%): Entry di current level Rp 2.400-2.500 untuk take advantage of weakness
- Tranche 2 (40%): Avg down jika turun ke Rp 2.100-2.200 (near PBV support)
- Tranche 3 (20%): Reserve cash untuk jika ada fundamental break (dividend cut announcement atau earnings collapse)
Target sell atau take profit di Rp 3.100-3.300 range, atau hold untuk dividend income jika kondisi tetap supportive.
Data Source & Disclaimerh2
Data Source:
- Keystats Stockbit (per 7 November 2025)
- Laporan Keuangan Q3 2025 PTBA
- IDX/Bursa Efek Indonesia
- Indonesia Stock Exchange historical data
- Industry peer comparisons (ADRO, ITMG, BYAN)
- Coal price index data (ICI-3, Newcastle)
Disclaimer:
Analisis ini dibuat berdasarkan data per 7 November 2025 dan merupakan opini pribadi berdasarkan fundamental analysis menggunakan public information. Analisis ini BUKAN rekomendasi beli/jual yang mengikat dan tidak dapat dianggap sebagai investment advice atau solicitation untuk trading/investing.
Penting dipahami:
- Performa masa lalu tidak menjamin performa masa depan—batubara adalah komoditas yang highly cyclical dan sulit diprediksi jangka pendek.
- Kondisi pasar bisa berubah kapan saja—geopolitics, energy transition, atau shock ekonomi global bisa shift landscape dengan cepat.
- Investor harus melakukan riset mandiri sebelum membuat keputusan investasi. Jangan hanya berdasarkan analysis ini saja.
- Pertimbangkan profil risiko dan time horizon pribadi—saham PTBA cocok untuk medium-term investor, tidak untuk yang butuh quick return atau konservatif.
- Diversifikasi portfolio untuk mitigasi risiko—jangan allocate exposure terlalu besar pada single commodity play.
- Monitor quarterly results dan dividend announcements—terutama setelah Q4 2025 results release untuk see jika dividend policy berubah.
- Konsultasikan dengan financial advisor profesional jika perlu personalized investment strategy.
Semua keputusan investasi adalah tanggung jawab pribadi investor. Penulis tidak bertanggung jawab atas kerugian finansial yang terjadi dari mengikuti atau mengabaikan analisis ini.
Last Updated: 7 November 2025 Next Review: Q4 2025 earnings release (expected Q1 2026) Analysis Refresh: Jika ada material change pada coal price (±15% from current), dividend announcement, atau regulatory change
Comments